Thursday, July 16, 2009

Peta Dasar

Untuk melengkapi peta dasar teknik dengan unsur-unsur geografi dilakukan pengukuran situasi detail. Dengan adanya situasi detail pada peta dasar pendaftaran, akan membantu identifikasi lapangan dalam menentukan pemilikan bidang-bidang tanah.

A. Pengukuran Situasi

Maksud pengukuran situasi detail adalah memudahkan identifikasi untuk pengikatan bidang-bidang tanah dalam rangka pelaksanaan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran tanahnya..

B. Detail Situasi

Detail-detail situasi terdiri unsur-unsur alam dan unsur-unsur buatan manusia. Tidak semua detail dilakukan pengukuran tetapi hanya dilakukan identifikasi lapangan dan memetakan pada peta, misalnya areal hutan, ilalang dan sebagainya.

B.1.Batas administrasi

Batas administrasi yaitu batas wilayah berdasarkan wilayah penguasaan administrasi pemerintahan. Berdasarkan hirarkis pemeritahan yang tertinggi dapat dibagi menjadi :
1. Batas Negara
2. Batas Dati I atau Batas Propinsi
3. Batas Dati II atau Batas Kotamadya atau Batas Kabupaten
4. Batas Kecamatan
5. Batas Desa atau Batas Kelurahan

Pengukuran batas administrasi harus berdasarkan peta batas wilayah yang sudah disepakati (batas definitif) dan disetujui antara kedua pemerintah yang berbatasan. Apabila peta batas wilayah tidak/ belum ada, maka penentuan batas administrasi dapat dilakukan langsung di lapangan dengan menghadirkan aparat pemerintah yang mengetahui dari kedua pemerintah yang berbatasan.

B.2. Unsur perairan

Unsur perairan adalah detail alam atau buatan manusia yang mengandung unsur-unsur perairan beserta bangunan-bangunan pendukung yang ada di atasnya.
Adapun unsur perairan terdiri dari :
1. Sungai
2. Saluran atau selokan
3. Lautan
4. Danau atau rawa
5. Empang

Sedangkan bangunan-bangunan pendukung yaitu :

1. Bangunan pembagi air
2. Jembatan
3. Bendungan
4. Bendungan dengan pintu air

B.3. Titik-titik Tetap

Titik-titik Tetap berupa tugu-tugu yang dipasang baik yang BPN/ Agraria maupun milik instansi lain, apabila dianggap perlu, adalah detail-detail yang harus diukur sebagai kelengkapan pengukuran situasi.

Tugu-tugu tersebut terdiri dari :
1. Tugu Kerangka Dasar
2. Tugu Titik Tinggi Geodesi (TTG)
3. Tugu Km
4. Tugu dari PBB, Dep. PU, Dep. Perhubungan dan lain-lain.

B.4 Jalan

Jalan sebagai sarana penghubung antar wilayah merupakan detail situasi yang sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengukuran dan pemetaan. Jalan dibagi menjadi dua jenis berdasarkan kondisi-nya, yaitu jalan yang diperkeras dan jalan tanah.

1. Jalan diperkeras yaitu jalan yang dibangun dengan pondasi batu dan dilapisi dengan aspal
2. Jalan tanah yaitu jalan yag kondisinya berupa tanah belum dibangun pondasi, berpondasi batu atau berpondasi pasir dan dipasang conblock. Di lapangan kondisinya dapat berupa jalan tanah biasa, jalan setapak, lorong atau gang.

B.5. Rel

Rel merupakan sarana transportasi untuk kereta api antar wilayah atau untuk lori di wilayah perkebunan, misalnya di perkebunan tebu.

B.6. Bangunan-bangunan Penting

Bangunan-bangunan penting adalah bangunan milik atau yang digunakan untuk kegiatan pemerintahan, baik sipil maupun militer, dan untuk keperluan kegiatan masyarakat umum. Untuk memudahkan mengenali bangunan tersebut harus diberi nama bangunan tersebut. Jika tidak ada nama formal-nya maka digunakan nama yang digunakan oleh penduduk setempat.

Contoh bangunan-bangunan penting yaitu :

1. Kantor Gubernur, Bupati/ Walikota, Kecamatan, Desa/ Kelurahan
2. Kantor-kantor instansi pemerintah
3. Kantor Polsek, Koramil dll.
4. Tempat-tempat ibadah
5. Pasar, terminal, stasiun, bandara, lapangan olahraga, dll.
6. Sekolah
7. Jalur listrik tegangan tinggi, telepon, pipa hidran, minyak, gas

B.7. Pemukiman

Pengukuran situasi untuk daerah perkebunan besar adakalanya dijumpai daerah-daerah yang harus dienclave. Untuk daerah enclave yang merupakan pemukiman harus diukur sepanjang batas enclave tersebut.

B.8. Perkebunan, Tegalan dan Sawah

Perkebunan dalam rangka pengukuran situasi hanya dilakukan identifikasi saja, Sedangkan daerah persawahan dan tegalan apabila dilakukan pengukuran bidang, harus diukur sudut-sudut pematang yang merupakan batas milik.
C. Metoda Pengukuran

Pengukuran situasi dapat dilaksanakan dengan dua metoda yaitu terrestrial dan fotogrametriks.

C.1. Metoda Terrestrial

Peta dasar pendaftaran yang dilaksanakan secara pengukuran terrestrial merupakan proses pemetaan dari pengukuran situasi. Pada metoda ini, pengukuran situasi hanya digunakan untuk kelengkapan detail pada pengukuran titik dasar teknik orde 4. Dengan demikian pengukuran situasi-nya dilakukan secara bersamaan.

Hal-hal yanga perlu diperhatikan dalam pengukuran situasi adalah :

1. Pengambilan data sudut dan jarak cukup dilakukan satu kali.
2. Pengukuran jarak dapat dilakukan secara optis.
3. Dalam hal detail situasi berupa tugu dari instansi lain yang memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai titik dasar teknik, pengambilan data ukuran lapangan sama dengan pada pengukuran titik dasar teknik.
4. Poligon cabang untuk pengambilan detail diperbolehkan.

C.1.1. Perencanaan

Peta dasar teknik yang menggambarkan distribusi titik-titik dasar teknik orde 2 atau orde 3 digunakan sebagai peta perencanaan jalur-jalur pengukuran situasi detail. Semua jalur poligon utama harus terikat pada titik-titik dasar teknik tersebut. Buku tugu dan peta topografi digunakan untuk membantu perencanaan jalur pengukuran.

C.1.2. Metoda Pengukuran

Ada beberapa metoda pengukuran yang digunakan untuk pengukuran situasi, yaitu :
1. Metoda Offset
2. Metoda Polar
3. Kombinasi dari kedua metoda
Secara rinci penjelasan masing-masing metoda dijelaskan pada Bab 4 tentang Pengukuran Bidang dan Pembuatan Gambar Ukur.

C.1.3. Peralatan

Karena sifat pengukuran situasi hanya untuk kelengkapan lapangan, maka pengukurannya cukup menggunakan alat ukur dengan ketelitian bacaan sudut minimal 20” , misalnya T0, atau sama dengan pengukuran pada titik dasar teknik perapatan. Dalam praktek di lapangan, mengingat pengukuran titik dasar teknik orde 4 dan pengukuran situasi dilakukan secara bersama, maka untuk kepentingan praktis peralatan yang digunakan biasanya sama, yaitu alat ukur dengan ketelitian bacaan sudut minimal 5”, misalnya T1, Untuk detail bangunan atau detail lain yang dapat digunakan sebagai ikatan, pengambilan data ukuran jarak menggunakan pita ukur atau EDM. Selain detail tersebut dapat menggunakan jarak optis.

C.1.4. Pengukuran dan Pengolahan Data

Data ukuran pengukuran situasi dibuat bersamaan dengan pengukuran titik dasar teknik dan untuk membedakan diberi tanda-tanda tersendiri pada sketsa lapangan. Semua data ukuran dicatat dalam DI 103. Cara pengisian formulir dan sketsa jalur pengukuran dan situasi detail digambar pada bagian bawah DI 103. Lihat bab 2. Apabila menggunakan alat ukur dijital, penyimpanan data lapangan disimpan dalam disket dan diberi label. Print out data ukuran dibuat seperti pada format DI 103. Secara skematis metoda terrestrial dapat digambarkan dalam diagram berikut.
Diagram Tahap Kegiatan Proses Pengukuran dan Pemetaan Metoda Terrestrial


C.2. Metoda Fotogrametrik

Pemetaan fotogrametrik adalah pemetaan dengan menggunakan media foto udara. Adapun peta yang dihasilkan dapat berupa peta foto atau peta garis. Pada peta garis semua detail dapat dipetakan sesuai dengan tujuan pemetaan tersebut. Dengan demikian pada metoda ini dapat dilaksanakan pembuatan untuk peta titik dasar teknik, peta dasar pendaftaran dan peta pendaftaran secara bersamaan.

C.2.1. Perencanaan

Perencanaan jalur terbang dan pemasangan titik kontrol tanah dengan memperhatikan skala foto udara, besar sidelap dan overlap. Terdapat dua kegiatan perencanaan yaitu :

1. Perencanaan jalur terbang untuk pemotretan udara yaitu membuat desain jalur terbang pada peta topografi skala 1:50.000. Arah jalur terbang tergantung untuk daerah datar yaitu utara-selatan atau timur-barat, sedangkan untuk daerah bergunung disesuaikan dengan arah topografinya.

2. Perencanaan untuk pemasangan tugu dan premark yaitu merencanakan posisi tugu dan premark sepanjang perimeter daerah pemotretan. Jarak pemasangan tugu disesuaikan dengan skala pemotretan udara sesuai dengan skala foto udara pada peta topografi di atas.

Gambar Rencana Jalur Terbang, Premark dan Titik Kontrol Tanah
Keterangan :
Δ Tugu perimeter dipasang premark dan dilakukan pengukuran titik kontrol horisontal (orde 3) dan vertikal
Ο Pengukuran titik kontrol vertikal
__ Jalur terbang
---- Areal pemotretan udara.

C.2.2. Pengukuran Titik Kontrol Tanah

Pemasangan titik kontrol tanah/premark yaitu memasang dan mengukur titik-titik kontrol seseuai dengan rencana yang sudah dibuat. Mengingat persyaratan perimeter adalah mutlak, maka pemasangan premark tidak boleh bergeser terlalu jauh dari yang sudah direncanakan dan ketelitannya sama dengan titik dasar teknik orde 3. Pengukuran meliputi dua kegiatan yaitu pengukuran titik kontrol horisontal (X,Y) dan pengukuran titik kontrol vertikal (Z).
Cara konvensional pengukuran kontrol horisontal menggunakan alat ukur biasa dengan persyaratan harus memenuhi ketelitian hasil sama dengan titik dasar teknik orde 3. Adanya perkembangan teknologi alat pengukuran, dengan menggunakan teknologi Global Positioning System (GPS) dapat dilakukan pengukuran dengan bantuan satelit dan diperoleh hasil ketelitian yang cukup memenuhi persyaratan sama dengan titik dasar teknik orde 3. Sedangkan pengukuran titik kontrol vertikal (Z) menggunakan waterpass teliti.

C.2.3. Pemotretan Udara

Pemotretan udara dilaksanakan dengan kamera udara yang diletakkan pada pesawat terbang yang sudah didesain untuk itu. Jalur pemotretan harus sesuai dengan yang direncanakan. Penyimpangan dari rencana jalur terbang harus diulang. Pada cara konvensional peranan navigator sebagai pembaca peta sangat besar sekali dalam usaha pesawat memasuki memasuki jalur terbang. Adanya kemajuan teknologi GPS akan membantu pilot untuk memasuki jalur terbang. Foto udara yang dihasilkan adalah foto udara vertikal.

C.2.4. Triangulasi Udara (Aerial Triangulation)

Yaitu proses pengadaan titik kontrol minor yang digunakan untuk orientasi absolut pada pekerjaan ploting. Titik kontrol ini akan di transformasikan menjadi titik kontrol tanah.

C.2.5. Identifikasi Lapangan

Identifikasi yaitu proses pemberian nama detail situasi penting yang tampak (toponimi) di foto dengan cara pengecekan di lapangan. Apabila identifikasi lapangan juga merupakan identifikasi batas-batas pemilikan tanah, maka peta yang dihasilkan juga merupakan peta pendaftaran.

C.2.6. Ploting Peta Garis, Rektifikasi

Dari data hitungan proses triangulasi udara dan diapositip dapat dilakukan pemetaan detail-detail situasi pada foto dengan menggunakan peralatan khusus yang disebut stereoplotter. Hasil ploting ini disebut manuskrip. Pada pembuatan peta foto kegiatan ini adalah proses rektifikasi/ ortofoto yang menggunakan peralatan khusus juga yaitu rektifier. Untuk pemetaan secara dijital fotogrametrik hasil rektifikasi berupa chekplot.

C.2.7. Kartografi dan Penggambaran Halus

Yaitu penggambaran halus peta manuskrip pada drafting film dan memberi nama detail-detail yang di-cek sesuai dengan hasil identifikasi lapangan.Secara skematis metoda fotogrametrik dapat digambarkan dalam diagram.

No comments: