Sunday, July 19, 2009

Pemantauan Penurunan Tanah (land subsidence) di Kota-kota Besar dengan GPS

FENOMENA LAND SUBSIDENCE

Land subsidence (penurunan tanah) adalah suatu fenomena alam yang banyak terjadi di kota-kota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti Jakarta, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Dari studi penurunan tanah yang dilakukan selama ini, diidentifikasi ada beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu : pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat tipe penurunan tanah ini, penurunan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan dipercaya sebagai salah satu tipe penurunan tanah yang dominan untuk kota-kota besar tersebut.

Karena data dan informasi tentang penurunan muka tanah akan sangat bermanfaat bagi aspek- aspek pembangunan seperti untuk perencanaan tata ruang (di atas maupun di bawah permukaan tanah), perencanaan pembangunan sarana/prasarana, pelestarian lingkungan, pengendalian dan pengambilan airtanah, pengendalian intrusi air laut, serta perlindungan masyarakat (linmas) dari dampak penurunan tanah (seperti terjadinya banjir); maka sudah sewajarnya bahwa informasi tentang karakteristik penurunan tanah ini perlu diketahui dengan sebaik-baiknya dan kalau bisa sedini mungkin. Dengan kata lain fenomena penurunan tanah perlu dipelajari dan dipantau secara berkesinambungan.


TEKNIK PEMANTAUAN LAND SUBSIDENCE

Pada prinsipnya, penurunan tanah dari suatu wilayah dapat dipantau dengan menggunakan beberapa metode, baik itu metode-metode hidrogeologis (e.g. pengamatan level muka air tanah serta pengamatan dengan ekstensometer dan piezometer yang diinversikan kedalam besaran penurunan muka tanah) dan metode geoteknik, maupun metode-metode geodetik seperti survei sipat datar (leveling), survei gaya berat mikro, survei GPS (Global Positioning System), dan InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar).


TEKNIK PEMANTAUAN LAND SUBSIDENCE DENGAN GPS

GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan pada pengamatan satelit-satelit Global Positioning System [Abidin, 2000; Hofmann-Wellenhof et al., 1997]. Prinsip studi penurunah tanah dengan metode survei GPS yaitu dengan menempatkan beberapa titik pantau di beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik untuk ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, maka karakteristik penurunan tanah akan dapat dihitung dan dipelajari lebih lanjut.

GPS memberikan nilai vektor pergerakan tanah dalam tiga dimensi (dua komponen horisontal dan satu komponen vertikal). Jadi disamping memberikan informasi tentang besarnya penurunan muka tanah, GPS juga sekaligus memberikan informasi tentang pergerakan tanah dalam arah horisontal.

GPS memberikan nilai vektor pergerakan dan penurunan tanah dalam suatu sistem koordinat referensi yang tunggal. Dengan itu maka GPS dapat digunakan untuk memantau pergerakan suatu wilayah secara regional secara efektif dan efisien.

GPS dapat memberikan nilai vektor pergerakan dengan tingkat presisi sampai beberapa mm, dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial maupun temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsisten ini maka diharapkan besarnya pergerakan dan penurunan tanah yang kecil sekalipun akan dapat terdeteksi dengan baik.

GPS dapat dimanfaatkan secara kontinyu tanpa tergantung waktu (siang maupun malam), dalam segala kondisi cuaca. Dengan karakteristik semacam ini maka pelaksanaan survei GPS untuk pemantauan pergerakan dan penurunan muka tanah dapat dilaksanakan secara efektif dan fleksibel.


Penelitian Land Subsidence di Jakarta dengan GPS

Land Subsidence telah cukup lama dilaporkan terjadi di wilayah Jakarta. Menurut para peneliti selama ini ada empat tipe land subsidence yang mungkin terjadi di basin Jakarta, yaitu subsidence karena pengambilan air tanah yang berlebihan, land subsidence karena beban bangunan, land subsidence karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta land subsidence yang diakibatkan oleh timbulnya gaya tektonik.

Secara umum informasi tentang karakteristik dan pola land subsidence (penurunan tanah) di wilayah Jakarta akan sangat bermanfaat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan yang berkelanjutan di wilayah Jakarta.
Pemantauan penurunan tanah di wilayah DKI Jakarta menggunakan teknologi satelit GPS telah dilasanakan secara periodik sejak tahun 1997 sampai dengan akhir tahun 2005 oleh KK Geodesi bekerjasama dengan BAKOSURTANAL dan Pemda DKI, dimana survei pengukurannya telah dilakukan sebanyak 5 periode pengamatan.

Dari hasil pengolahan data survey GPS memang diperoleh informasi mengenai adanya penurunan tanah di wilayah Jakarta, dimana daerah Jakarta utara merupakan wilayah yang cukup signifikan terjadi penurunan tanah. Besarnya penurunan tanah diwilayah Jakarta selama lima periode ini rata–rata berkisar antara beberapa centimeter sampai beberapa belas centimeter, dan di daerah tertentu ada yang mencapai beberapa puluh centimeter.


Penelitian Land Subsidence di Bandung dengan GPS

Land Subsidence memang belum banyak dilaporkan di wilayah Bandung. Namun demikian, dari hasil beberapa penelitian memperlihatkan adanya bukti land subsidence memang terjadi di daerah Bandung. Kemungkinan besar faktor yang menjadi sebab terjadinya subsidence di Bandung ini karena pengambilan air tanah yang berlebihan, disamping karena adanya efek konsolidasi dari lapisan tanah, dan efek lain.

Fenomena land subsidence (penurunan tanah) ini merupakan salah satu faktor yang cukup signifikan penyebab terjadinya banjir di suatu daerah atau kawasan. Ketika titik-titik yang mewakili suatu kawasan mengalami penurunan, yang menyebabkan daerah tersebut menjadi lebih rendah dari tempat-tempat lainnya (membuat cekungan), atau malah lebih rendah dari bentang hidrologi yang ada di sekitarnya, maka daerah tersebut akan menjadi daerah yang berpotensi banjir terutama ketika musim hujan tiba.

Pemantauan penurunan tanah di wilayah Bandung dan sekitarnya (Bandung Basin) menggunakan teknologi satelit GPS telah dilasanakan secara periodik oleh KK Geodesi bekerjasama dengan Dinas Pertambangan Jawa Barat sejak tahun 2000 sampai dengan akhir tahun 2005, dimana survei pengukurannya telah dilakukan sebanyak 5 periode pengamatan.

Dari hasil pengolahan data survey GPS memang diperoleh informasi mengenai adanya penurunan tanah di wilayah Bandung, dimana daerah Cimahi, Dayeuh Kolot, dan Cicalengka merupakan wilayah yang cukup signifikan terjadi penurunan tanah. Besarnya penurunan tanah di wilayah Bandung selama lima periode ini rata–rata berkisar antara beberapa centimeter sampai beberapa desimeter, dan di daerah yang disebutkan di atas mencapai beberapa puluh centimeter. Daerah-daerah tersebut adalah merupakan daerah Industri yang memang mengkonsumsi air tanah yang cukup banyak.

No comments: