Sunday, July 19, 2009

Kajian Permasalahan Datum Geodetik Batas Wilayah Negara

Republik Indonesia mempunyai batas maritim dengan 10 negara tetangga yaitu Australia, Timor Leste, Papua New Guinea (PNG), Palau, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan India. Dalam penataan batas maritim dengan negara-negara tetangga tersebut, menurut Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia berhak untuk menetapkan batas-batas terluar dari berbagai zona maritim, dengan batas-batas maksimum (dihitung dari garis pangkal atau garis dasar) yang ditetapkan sebagai berikut [Agoes, 2002]: laut teritorial (territorial sea), zona yang merupakan bagian dari wilayah negara sebesar 12 mil laut, zona tambahan (contiguous zone), dimana negara memiliki yurisdiksi khusus sebesar 24 mil laut, zona ekonomi eksklusif (ZEE), zona dimana negara memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber kekayaan alamnya di atas dasar laut sampai permukaan laut serta pada dasar laut serta tanah di bawahnya sebesar 200 mil laut, dan terakhir landas kontinen (continental shelf), zona dimana negara memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber kekayaan alam pada dasar laut serta tanah di bawahnya (antara 200 - 350 nm atau sampai dengan 100 nm dari isobath (kedalaman) 2500 meter).

Garis batas antara Indonesia dan negara-negara tersebut untuk setiap zona maritim yang sudah ada, biasanya akan diberikan berupa daftar koordinat geodetik (lintang,bujur) dari titik-titik batas. Namun demikian untuk informasi koordinat batas yang ada tersebut tidak jelas menyebutkan datum geodetik (sistem referensi koordinat) nya. Ketidakjelasan tentang datum geodetik dari titik-titik batas maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga ini perlu secepatnya dikaji dan dievaluasi sebelum timbul permasalahan kelak.


PENTINGNYA DATUM GEODETIK PADA LINGKUP BATAS WILAYAH

Ketidak-jelasan mengenai masalah datum geodetik dalam penentuan titik batas akan menimbulkan masalah ketika melakukan implementasi di lapangan, dan dapat juga menjadi masalah baru dalam penuntasan perjanjian penetapan batas wilayah. Untuk dua datum yang berbeda, datum shift dapat mencapai nilai ratusan meter untuk salah satu atau semua salib sumbunya. Seperti contoh datum shift AGD66 dengan WGS84 untuk sumbu X bernilai 130-an meter, sumbu Y bernilai 50-an meter, dan sumbu Z bernilai 140-an meter.

Dengan keragu-raguan yang kita miliki mengenai datum geodetik batas wilayah, sangat lah jelas dapat menimbulkan masalah dalam hal implementasi dilapangan. Dengan keraguan posisi sampai ratusan meter akan membuat ketidakpastian (dispute) dalam menetapkan batas tresspassing, atau batas kewenangan ekploitasi kawasan potensial. Dapat kita bayangkan ekses yang akan terjadi apabila kita menangkap nelayan asing namun ternyata salah tangkap karena salah koordinat dari datum yang tidak jelas, atau kita mengalami konflik daerah eksplorasi potensi besar minyak bumi karena salah koordinat batas dari datum yang tidak jelas. Oleh karena itu Datum Geodetik menjadi salah satu hal yang penting, untuk dijelaskan dan dipertegas dalam hal kepentingan batas wilayah.


KAJIAN DATUM GEODETIK BATAS (LAUT) INDONESIA DAN NEGARA TETANGGA

Untuk menjawab Ketidakjelasan tentang datum geodetik dari titik-titik batas maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga ini maka harus secepatnya dikaji dan dievaluasi sebelum timbul permasalahan kelak. BAKOSURTANAL bekerjasama KK Geodesi kemudian akhirnya melakukan studi kajian terhadap aspek datum geodetik dari koordinat titik-titik batas dari zona-zona maritim yang telah ditetapkan antara Indonesia dengan negara-negara tetangganya serta permasalahan yang terkait.

Tujuan yang hendak dicapai dari studi kajian ini adalah untuk mengetahui status dan karakteristik dari datum geodetik yang digunakan sebagai referensi bagi koordinat titik-titik batas dari zona-zona maritim yang telah ditetapkan antara Indonesia dengan negara-negara tetangganya; berikut permasalahan-permasalahan yang terkait serta alternatif solusi penanganannya.


Metodologi Pelaksanaan Kajian

Studi pengkajian datum geodetik batas maritim Indonesia dengan negara tetangga ini pada prinsipnya merupakan suatu studi pengkajian akademik. Studi ini merupakan kerjasama antara Bakosurtanal dan ITB, serta melibatkan (secara langsung maupun tak langsung) nara sumber dari beberapa institusi pemerintah yang mengelola batas maritim negara, baik di dalam negeri (contohnya Departemen Luar Negeri dan Dishidros TNI-AL) maupun di negara-negara tetangga yang berbatasan. Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, ITB sebagai pelaksana pekerjaan bekerjasama secara aktif dengan Pusat Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL. Kegiatan pembahasan dan rapat koordinasi dilaksanakan secara bergiliran di kedua tempat tersebut.

Hasil dari studi pengkajian semacam ini akan sangat tergantung pada kelengkapan serta kualitas data dan informasi yang terkait dengan batas maritim antara Indonesia dan negara-negara tetangga yang diperoleh. Oleh sebab itu dalam studi ini inventarisasi dan pengumpulan data dan informasi dilaksanakan secara intensif dari perbagai sumber yaitu : tulisan, dokumen perjanjian, majalah dan buku yang terkait, situs internet, data dan informasi dari instansi pengelola batas maritim di dalam negeri maupun di negara-negara tetangga, wawancara dan komunikasi (langsung dan tak langsung) dengan para sumber dari dalam maupun luar negeri, dan data serta informasi yang diperoleh dari seminar/workshop sosialisasi.

Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan selanjutnya dilakukan proses evaluasi dan analisa terhadap data dan informasi tersebut. Dalam hal ini evalusi dan analisa ditekankan pada aspek dan dampak geometrik dari beberapa alternatif datum geodetik yang memungkinkan (untuk kasus dimana datum geodetik tidak disebutkan) serta aspek transformasi datum (untuk kasus dimana datum geodetiknya sudah ditetapkan). Proses analisa dan evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan kejelasan yang lebih baik menyangkut status dan karakteristik dari datum geodetik dalam penetapan batas maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga nya, serta alternatif penanganannya seandainya diperlukan.

Dalam kasus dimana datum geodetik yang melandasi koordinat titik-titik batas tidak disebutkan dalam perjanjian batas yang terkait, maka informasi langsung dari pihak yang terlibat dengan penetapan batas tersebut baik dari pihak Indonesia ataupun pihak negara tetangga yang terkait, perlu didapatkan. Dalam hal ini tim pengkajian berusaha untuk bertatap muka dan berdiskusi langsung dengan pihak-pihak tersebut. Seandainya sudah ada kejelasan tentang datum geodetik yang bersangkutan, maka seandainya datum tersebut berbeda dengan datum WGS84, tim pengkajian berusaha menginventarisir parameter transformasi antara kedua datum tersebut yang sudah pernah ditentukan sebelumnya oleh pihak-pihak lainnya. Seandainya nilai parameter transformasi tersebut belum ada maka studi pengkajian ini akan menyusun mekanisme penentuannya, untuk dilaksanakan kelak pada waktu yang dianggap tepat.


CONTOH KAJIAN DATUM GEODETIK BATAS LAUT INDONESIA -PAPUA NEW GUINEA

Batas maritim antara Indonesia dengan Papua New Guinea mulai diupayakan melalui meja perundingan dan perjanjian pada tahun 1971, 1973, dan 1980. Pada tahun 1971 pemerintah Indonesia dan pemerintah Commonwealth Australia mengadakan perjanjian penetapan batas-batas dasar laut tertentu antara pemerintah Indonesia dan Australia, dan salah satunya di bahas dan dibuatkan perjanjian (pasal 3) mengenai batas daerah dasar laut di depan pantai selatan pulau Irian yang masing-masing dimiliki oleh Indonesia untuk bagian sebelah barat, dan Papua New Guinea di bagian sebelah timur. Sementara itu pada pasal 4 disebutkan mengenai perjanjian penetapan batas daerah dasar laut di depan pantai utara pulau Irian
Pada tahun 1973 pemerintah Indonesia, pemerintah Commonwealth Australia, dan Papua New Guinea mengadakan perjanjian kembali untuk penetapan batas daerah tertentu antara pemerintah Indonesia dan Papua New Guinea dengan salah satunya mengatur batas daerah dasar laut di depan pantai sebelah selatan pulau Irian yang dituangkan dalam pasal 3 dan pasal 4 isi perjanjian.

Pada tanggal 13 Desember 1980 di Jakarta telah ditandatangani “Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini tentang Batas-batas Maritim antara Republik Indonesia dan Papua Nugini dan Kerjasama tentang Masalah-masalah yang bersangkutan” sebagai hasil perundingan antara Delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Delegasi Pemerintah Papua Nugini.


Titik Batas Daerah Indonesia Papua New Guinea di Laut

Berdasarkan hasil perundingan kemudian dilanjutkan dengan Perjanjian mulai dari tahun1971 sampai dengan 1980 diperoleh titik-titik batas daerah dasar laut ( titik batas laut teritorial dan landas kontinen ) antara Indonesia dan Papua New Guinea adalah garis-garis lurus lateral yang menghubungkan 6 (enam) buah titik batas di depan pantai selatan pulau Irian dan 2 (dua) buah titik batas di depan pantai utara pulau Irian.

Selanjutnya berdasarkan pasal 6 Perjanjian penetapan batas tahun 1971 dan pasal 9 perjanjian penetapan batas tahun 1973 dinyatakan bahwa titik-titik batas tersebut adalah koordinat geografis, dan. dinyatakan bahwa lokasi sebenarnya dari titik-titik batas tersebut di laut akan ditentukan menggunakan metode yang disepakati bersama oleh instansi yang berkompeten dari kedua belah pihak, dalam hal ini instansi yang berkompeten dari pihak Indonesia yaitu Ketua BAKOSURTANAL dan dari pihak Papua New Guinea adalah Direktur Nasional Mapping, atau masing-masing orang yang mewakilkannya.


Perkiraan DATUM Gedetik yang digunakan?

Pada naskah perjanjian antara Indonesia, Australia, dan Papua New Guinea tersebut tidak dicantumkan secara spesifik datum geodetik yang digunakan dalam menentukan nilai koordinat titik batas tersebut. Namun pada perjanjian batas daerah dasar laut antara Australia dengan Papua New Guinea pada tahun 1978 (tepatnya 18 desember 1978) pada pasal 1 paragraf 2 secara tertulis disebutkan bahwa datum geodetik yang dipergunakan adalah Australian Geodetic Datum (66).

Melihat fakta di atas, maka alasan kuat bisa kita sampaikan bahwa ketika melakukan perjanjian yang melibatkan Indonesia (Indonesia – Australia – Papua New Guinea) juga kemungkinan besar melibatkan datum geodetik bernama Australian Geodetic Datum (66) dengan alasan aspek keseragaman dan kesamaan daerah.

Perlu juga dicatat di sini bahwa secara umum jarak batas daerah dasar laut antar ke-6 titik di selatan pulau Irian adalah berkisar antara 2 sampai 53 MILES, dengan kedalaman laut pada lokasinya berkisar 200 meter atau kurang. Sementara itu di bagian utara pulau Irian hanya ada dua titik dengan jarak antar titik tersebut sekitar 27 miles, dengan kedalaman laut yang curam mencapai 9000 feet [US Analysis]


Analisis Permasalahan Akibat Ketidakjelasan Datum Geodetik

Ketidak-jelasan mengenai masalah datum geodetik dalam penentuan titik batas akan menimbulkan masalah ketika melakukan implementasi di lapangan, dan dapat juga menjadi masalah baru dalam penuntasan perjanjian penetapan batas wilayah.

Seperti kita ketahui bahwa datum shift dapat mencapai nilai ratusan meter untuk salah satu atau semua salib sumbunya. Seperti contoh datum shift AGD66 dengan WGS84 untuk sumbu X bernilai 130-an meter, sumbu Y bernilai 50-an meter, dan sumbu Z bernilai 140-an meter. Kalau kita lihat contoh kasus perjanjian batas Indonesia- Papua diketahui fakta bahwa datum geodetik tidaklah tersebut secara jelas apa yang digunakannya, dan kita hanya bisa menduga kemungkinan datumya AGD66, maka apabila kita ternyata salah dalam menduganya maka kesalahan mungkin kita peroleh dalam orde ratusan meter. Belum lagi apabila kita memperhitungkan masalah rotasi dan faktor skala antar datum serta “ketelitian parameter transformasi” datum itu sendiri, maka kita dapat menghadapi masalah yang cukup kompleks mengenai datum geodetik ini.

Dengan keragu-raguan yang kita miliki mengenai datum geodetik batas wilayah, sangat lah jelas dapat menimbulkan masalah dalam hal implementasi dilapangan. Dengan keraguan posisi sampai ratusan meter akan membuat ketidakpastian (dispute) dalam menetapkan batas tresspassing, atau batas kewenangan ekploitasi kawasan potensial. Dapat kita bayangkan ekses yang akan terjadi apabila kita menangkap nelayan asing namun ternyata salah tangkap karena salah koordinat dari datum yang tidak jelas, atau kita terlibat konflik eksplorasi potensi minyak bumi karena salah koordinat batas dari datum yang tidak jelas.

Secara umun permasalahan datum ini dapat di bagi menjadi beberapa kasus, yaitu pergeseran titik batas akibat adanya datum shift, tingkat kepercayaan ketelitian parameter transformasi antar datum, efek faktor skala antar datum terhadap jarak antar titik batas, ketelitian titik dasar, implementasi dan aspek legalitas hukumnya, dan kegiatan rekonstruksi.

No comments: